BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagian dari kita tidaklah asing lagi dengan kata refleksi ini.Pada dasarnya Refleksi adalah suatu jenis teknik konseling yang sangat penting dalam hubungan konseling.Sebab refleksi dapat menangkap pikiran, perasaan dan pengalaman klien kemudian merefleksikannya kepada klien kembali.
Hal tersebut harus dilakukan oleh seorang konselor sebab klien terkadang tidak menyadari akan pikiran, perasaan dan pengalaman yang mungkin menguntungkan atau meruigikan diri klien sendiri.
Agar proses konselor berjalan dengan lancar dan tujuan tercapai secara efektif dan efisien, konselor harus menggunakan keterampilan-keterampilan tertentu, konselor yang terampil adalah konselor yang mengetahui atau memahami sejumlah keterampilan tertentu.
Supaya klien mau menyampaikan masalah yang dialaminya, konselor harus mempunyai sifat kepribadian dan keterampilan yang baik, disamping itu konselor hendaklah membantu klien agar ia mampu mengungkapkan diri nya dengan cara sendiri.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian refleksi?
2.      Apa saja aspek-aspek refleksi?
3.      Apa saja keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi konselor?
4.      Apa saja karakteristik pribadi konselor?
5.      Bagaimana refleksi integritas pribadi konselor?



C.    Tujuan
1.      Untuk menjelaskan pengertian refleksi.
2.      Untuk mengetahui aspek-aspek refleksi.
3.      Untuk mengetahui keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi konselor.
4.      Untuk mengetahui karakteristik pribadi konselor.
5.      Untuk menjelaskan refleksi integritas pribadi konselor.


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Refleksi
Menurut Edi Kurnanto, Refleksi adalah teknik untuk memantulkan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap tingkah laku klien baik verbal maupun nonverbal.
Refleksi adalah menangkap pikiran, perasaan dan pengalaman konseli yang kita amati baik dari segi bahasa maupun bahasa tubuh, kemudian memantulkan (merefleksikan) kembali hasil pengamatan tersebut kepada konseli.
Refleksi merupakan suatu hal yang sulit dilakukan karena manyangkut persepsi kita terhadap keadaan klien dari setiap tutur kata maupun gerakan yang dilakukan konseli. Konselor harus berusaha mengetahui pembicaraan konseli sekaligus membaca apa yang sejujurnya sedang dikatakan kepada konselor. Dengan demikian, upaya merefleksi meruapakan upaya mengambarkan kembali komunikasi konseli secara menyeluruh.
Dengan demikian dapat kami simpulkan bahwa refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal maupun non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas.Oleh karena itu konselor mengupayakan agar hal tersebut terjadi dalam konseling yang dilakukannya.
Dari refleksi memberikan umpan balik tanpa memberikan penilaian, tanpa peduli apakah yang dikemukan konseli kita ini baik maupun buruk. Respon yang kita berikan terhadap komunikasi yang tidak terekspresikan atau gerakan tubuh ini akan membuat konseli mempelajari atau menemukan hal-hal yang baru yang belum konseli sadari terkait dengan permasalahan konseli.
Dalam teknik refleksi seorang konselor dapat mengunakan beberapa materi atau beberapa contoh latihan. Untuk materi latihan sendiri konselor dapat mengunakan, sebagai berikut :
a)      mengamati bahasa tubuh klien
b)      mengamati perilaku non verbal
c)      setelah itu baru merefleksikan pikiran, perasaan dan pengalaman klien dengan bahasa konselor sendiri. Namun tidak harus bersamaan antara pikiran, perasaan dan pengalaman.
Contoh dari refleksi :
Konseli : “ Akan ku pukul dia “ maka kita mengatakan
Konselor : “ Rupanya kamu marah sekali ya “
·         “Tampaknya yang anda katakan adalah,,,,,,,”
·         “ Barangkali anda merasa,,,,,,,, “
·         “ Juga barangkali anda merasa,,,,,,,,”
Dengan banyaknya latihan seorang konselor dapat memberikan refleksi yang baik kepada klien.Dengan demikian dapat kita ketahui tujuan dari latihan refleksi adalah untuk memberikan kemampuan dan keterampilan kepada calon konselor agar konselor dapat merefleksikan pikiran, perasaan dan pengalaman melalui pengamatan perilaku verbal maupun non verbal.
B.     Aspek-Aspek Refleksi
Terdapat tiga aspek refleksi yaitu :
1.      Refleksi Perasaan
Refleksi perasaan yaitu keterampilan atau teknik untuk dapat memantulkan.Perasaan klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal. Suatu usaha konselor untuk menyatakan dalam bentuk kata-kata yang segar dan sikap yang esensial adalah refleksi perasaan. Ini merupakan teknik penengah yang bermanfaat untuk digunakan setelah hubungan permulaan dibuat dan sebelum pemberian informasi dan tahap interpretasi dimulai.Untuk itu perasaan positif, negatif dan ambivalen.
-          Manfaat refleksi perasaan antara lain sebagai berikut :
a.       membantu individu untuk merasa dipahami secara mendalam
b.      klien merasa bahwa perasaan akan menyebabkan tingkah laku
c.       memusatkan evaluasi pada klien
d.      memperjelas cara berpikir klien
e.       menguji keadaan motif-motif klien
-          Aspek-aspek keterampilan refleksi perasaan adalah :
a.       mengamati perilaku klien : Pengamatan ini terutama ditujukan pada postur tubuh dan ekspresi wajah klien.
b.      mendengarkan dengan baik. Penekanannya pada usaha mendengarkan dengan cermat intonasi suara klien dan kata-kata yang diucapkan.
c.       menghayati pesan yang dikomunikasikan klien. Tindakan ini dimaksudkan untuk memahami dan menangkap pembicaraan klien.
d.      mengenali perasaan-perasaan yang dikomunikasikan klien
e.       menyimpulkan perasaan yang sedang dialami klien
f.       menyeleksi kata-kata yang tepat untuk melukiskan perasaan klien
g.      mengecek kembali perasaan klien
2.      Refleksi Pikiran
Refleksi Pikiran adalah teknik untuk memantulkan ide pikiran dan pendapat klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contohnya :
“Tampaknya yang anda katakan,,,,,,”
“Nampaknya yang akan anda katakan adalah,,,,,,,”
“Atau adakah yang anda maksud ,,,,,,,”



3.      Refleksi Pengalaman
Refleksi Pengalaman adalah teknik untuk memantulkan pengalaman-pengalaman klien sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal dan non verbal klien.
Contoh :
“Tampaknya yang anda katakan suatu,,,,,,,”
“Barangkali yang anda utarakan adalah,,,,,,,”
C.    Keterampilan Merefleksikan Nilai-Nilai Pribadi Konselor
Konselor harus memiliki keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi sebagai konselor meliputi :
1.      Menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji (seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah dan konsisten).
2.      Kesabaran.
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukkan lebih memperhatikan diri klien daripada hasilnya.Konselor yang sabar cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku sebagai berikut.
3.      Kejujuran.
Yang dimaksud jujur disini adalah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka),  autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling, karena alasan-alasan berikut.
4.      Adil dan Bijaksana.
Adil akan melahirkan kedermawanan, tawadhu (rendah hati), berani, kelemah lembutan.
5.      Ramah, hangat dan mudah senyum.
Yang dimaksud bersikap hangat itu adalah : ramah, penuh perhatian, dan memberikan kasih sayang. Klien yang datang meminta bantuan konselor, pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga dia kehilangan kemampuan untuk bersikap ramah, memberikan perhatian, dan kasih sayang. Melalui konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut dan melakukan “sharing” dengan konselor.Apabila hal itu diperoleh, maka klien dapat mengalami perasaan yang nyaman, dan berilah senyuman yang akan mencairkan suasana dan meringankan beban pikiran.
6.      Menampilkan emosi yang stabil dan bisa jadi teladan.
7.      Peka, bersikap empati, serta menghormati keragaman dan perubahan.
Peka berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologis yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun dirinya sendiri.
Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari masalah yang sebenarnya mereka hadapi.Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah.Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya (pseudo masalah), sementara yang sebenarnya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya. Konselor yang sensitif akan mampu mengungkap atau menganalisis apa masalah sebenarnya yang dihadapi klien. 
Empati adalah kemampuan untuk mengetahui bagaimana merasakan perasaan orang lain. Secara sederhana.
8.      Menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan frustasi.
D.    Karakteriktik Pribadi Konselor
Menurut Cavanagh (1982) kualitas pribadi konselor ditandai dengan beberapa karakteristik sebagai berikut :
1.      Self- knowledge (Pemahaman diri)
Self- knowledge ini berarti bahwa konselor memahami dirinya dengan baik, dia memahami secara pasti apa yang ia lakukan, mengapa ia melakukan hal itu dan masalah apa yang harus diselesaikan.
Pentingnya pemahaman diri bagi seorang konselor ialah konselor yang memiliki persepsi yang akurat tentang dirinya cenderung akan memiliki persepsi yang akurat pula tentang orang lain atau klien (konselor akan lebih dapat mengenal diri orang lain secara lebih tepat pula). Konselor yang terampil dalam memahami dirinya, maka dia akan terampil juga memahami orang lain. Konselor yang memahami dirinya, maka dia akan mampu mengajar cara memahami diri itu kepada orang lain.
Konselor yang memiliki tingkat self-knowledge yang baik akan menunjukan sifat-sifat berikut :
a.       Konselor menyadari dengan baik tentang kebutuhan dirinya. Sebagai konselor dia memiliki kebutuhan diri seperti : a. Kebutuhan untuk sukses; b. Kebutuhan merasa penting dihargai, superior dan kuat.
b.      Konselor menyadari dengan baik tentang perasaan-perasaannya. Seperti rasa marah, takut, bersalah dan cinta. Ketidaksadaran konselor akan perasaannya dapat berakibat buruk terhadap proses konseling.
c.       Konselor menyadari tentang apa yang membuat dirinya cemas dalam konseling, dan apa yang menyebabkan dirinya melakukan pertahanan diri dalam rangka meredupkan kecemasan tersebut.
d.      Konselor memahami atau mengakui kelebihan (kekuatan) atau kelemahan (kekurangan) dirinya.
2.      Kompeten
Kompeten adalah konselor memiliki kualitas fisik, intelektual, emosional, sosial, dan moral sebagai pribadi yang berguna. Kompetensi sangatlah penting bagi konselor, sebab klien yang di konseling akan belajar dan mengembangkan kempetensi-kompetensi yang diperlukan untuk mencapai kehidupan yang efektif.
Konselor yang memiliki kompetensi melahirkan rasa percaya pada diri klien untuk meminta bantuan konseling terhadap konselor tersebut.Di samping itu juga bahwa kompetensi juga sangat penting bagi efisiensi waktu pelaksanaan konseling. Konselor yang senantiasa berusaha meningkatkan kualitas kompetensinya, akan menampilkan sifat-sifat atau kualitas perilaku sebagai berikut.
a.       secara terus menerus meningkatkan pengetahuannya tentang tingkah laku dan konseling dengan banyak membaca atau menelaah buku-buku atau jurnal-jurnal yang relevan menghadiri acara-acar seminar dan diskusi yang berkaitan dengan profesinya.
b.      menemukan pengalaman-pengalaman hidup baru yang membantunya untuk lebih mempertajam kompetensi, dan mengembangkan keterampilan konselingnya.
c.       mencoba gagasan-gagasan atau pendekatan-pendekatan baru dalam konseling.
d.      mengevaluasi efektivitas konseling yang dilakukannya, dengan menelaah setiap pertemuan konseling, agar dapat bekerja lebig produktif.
e.       melakukan kegiatan tindak lanjut terhadap hasil evaluasi yang telah dilaksanakan untuk mengembangkan proses konseling.
3.      Good Psychological Health (Kesehatan Psikologi yang baik)
Konselor dituntut untuk memiliki kesehatan psikologi yang lebih baik dari kliennya.Hal ini penting karena mendasari pemahamannya terhadap perilaku dan keterampilan. Ketika konselor memahami kesehatan mental yang dikembangkan melalui konseling, maka konselor membangun proses konseling tersebut secara lebih positif. Apabila konselor tidak mendasarkan konseling tersebut kepada pengembangan kesehatan psikologi, maka konselor akan mengalami kebingungan dalam menetapkan arah konseling yang ditempuhnya.
4.      Dapat dipercaya
Kualitas ini berarti bahwa konselor itu tidak menjadi ancaman atau penyebab kecemasan klien. Konselor yang dipercaya cenderung memiliki kualitas sikap dan perilaku memiliki ,pribadi yang konsisten, dapat dipercaya oleh orang lain, tidak pernah membuat orang lain kecewa atau kesal.
Yang dimaksud jujur ini ialah bahwa konselor itu bersikap transparan (terbuka), autentik, dan asli (genuine). Sikap jujur ini penting dalam konseling karena alasan-alasan berikut :
a.       sikap keterbukaan memungkinkan konselor dan klien untuk menjalin hubungan psikologi  yang lebih dekat satu sama lainnya di dalam proses konseling.
b.      kejujuran memungkinkan konselor memberikan umpan balik secara objektif kepada klien.
5.      Kekuatan
Dengan kekuatan pada diri konselor dapat memberikan rasa aman kepada klien, karena klien memandang koselor sebagai orang yang tabah dalam menghadapi masalah, mendorong klien untuk mengatasi masalah pribadi, dapat menanggulangi kebutuhan  dan masalah pribadi.
Konselor yang memiliki kekuatan cenderung menampilkan kualitas sikap dan perilaku dapat membuat batasan waktu yang pantas dalam konseling, bersikap fleksibel, memiliki identitas diri yang jelas.
6.      Bersikap Hangat
Konselor harus Ramah, penuh perhal, dan memberikan kasih sayang.Klien yang datang meminta bantuan konselor pada umumnya yang kurang mengalami kehangatan dalam hidupnya, sehingga klien kehilangan kemampuanya pada lingkungan sekelilingnya. Maka melalui proses konseling, klien ingin mendapatkan rasa hangat tersebut melalui sharing dengan konselor.
7.      Actives Responsiveness
Keterlibatan konselor dalam proses konseling bersifat dinamis, tidak psif melalui respon yang aktif, konselor dapat mengkomunikasikan perhal dirinya terhadap kebutuhan klien. Konselor mengajukan pertanyaan yang tepat, memberikan umpan balik yang bermanfaat, memberikan informasi yang berguna, menemukakan gagasan-gagasan baru, berdiskusi dengan klien tentang caramengambil keputusan yang tepat, membagi tanggung jawab dengan klien dalam proses konseling.
8.      Patience (Sabar)
Melalui kesabaran konselor dalam proses konseling dapat membantu klien untuk mengembangkan dirinya secara alami. Sikap sabar konselor menunjukan lebih memperhal kan diri klien dari pada hasilnya.
9.      Sensitivity (Kepekaan)
Kualitas ini berarti bahwa konselor menyadari tentang adanya dinamika psikologi yang tersembunyi atau sifat-sifat mudah tersinggung, baik pada diri klien maupun pada diri sendiri.Klien yang datang untuk meminta bantuan konselor pada umumnya tidak menyadari maslah yang sebenarnya mereka hadapi.Bahkan ada yang tidak menyadari bahwa dirinya bermasalah.Pada diri mereka hanya nampak gejala-gejalanya sementara yang sebenarnya hanya tertutup oleh perilaku pertahanan dirinya.
Konselor yang sensiitif memiliki kualitas perilaku sensitif terhadap reaksi dirinya sendiri, mengetahui kapan, diaman dan berapa  lama mengungkap masalah klien, mengajukan pertanyaan tentang persepsi klien tetantan masalah yang dihadapi, sensitif terhadap sifat-sifat mudah tersingung dirinya.
10.  Kesadaran Holistik
Konselor memahami klein secara utuh dan tidak mendekatinya secara serpihan. Namun begitu bukan berarti bahwa konselor sebagai orang yang ahli dalam segala hal, konselor hanya perlu memahami adanya berbagai dimensi yang menimbulkan masalah klien dan  memahami bagaimana dimensi yang satu memberi pengaruh terhadap dimensi yang lain. Dimensi-dimensi tersebut meliputi  fisik, intelektual, emosi, sosial, seksual, dan moral-spiritual. Karekater konselor yang memiliki kesadaran holistik ialah meyadari secara akurat tentang dimensi-dimensi kepribadian yang kompleks, menemukan cara memberikan konsultasi yang tepat dan mempertimbangkan tentang perlunya rujukan, akrab dan terbuka dengan berbagai teori.
E.     Refleksi Integritas Pribadi Konselor
Konselor yang berintegritas adalah konselor yang memiliki kepribadian yang utuh, yaitu konselor yang tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling.Konselor seperti ini adalah konselor yang dapat mengendalikan dirinya dari pengaruh suasana hati yang dialaminya sebagai konselor atau sebagai anggota keluarga atau masyarakat.
Seorang konselor diharapkan memiliki pribadi yang dapat mencerminkan perilakunya dalam mewujudkan kemampuan dalam hubungan membantu konseli tetapi juga mampu menyadari dunia lingkungannya, mau menyadari masalah sosial politiknya, dan dapat berdaya cipta secara luas dan tidak terbatas dalam pandangan profesionalnya.
Karakteristik pribadi konselor salah satunya Menurut Mamat Supritna (2011:23) adalah menampilkan integritas dan stabilitas kepribadian kematangan emosional.Seorang konselor hendaknya memiliki kepribadian yang utuh, sehingga dalam melaksanakan tugas konselor tidak mudah dipengaruhi oleh pendangan atau pendapat orang luar, terutama konselor tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul saat konseling.seorang konselor harus dapat mengendalikan dirinya dari pengaruh suasana hati yang dialaminya sebagai konselor, atau sebagai anggota keluarga atau masyarakat. Ia juga harus memiliki kestabilan emosi yang mantap, agar tidak mudah laurt dalam suasana emosional klien.
Konselor yang memiliki integritas kepribadian yang tinggi maka dia akan mudah mematuhi kode etik profesi konselor. Karena ketika integritas itu sudah ada dalam diri maka rasa tanggung jawab dan kejujuran dalam melaksanakan tugas itu akan muncul, sehingga sikap keprofesionalan akan mampu dikembangkan. Bagi konselor yang belum memiliki integritas maka berusaha untuk mematuhi kode etik profesi, dengan demikian integritas diri pun akan berkembang.






BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Refleksi adalah teknik untuk menentukan kembali kepada klien tentang pikiran, perasaan dan pengalaman sebagai hasil pengamatan terhadap perilaku verbal maupun non verbalnya dan refleksi dapat tercapai jika dalam konseling terdapat keterbukaan, kerelaan, tidak ada ketegangan, kedekatan, dan objektivitas. Terdapat tiga aspek refleksi, yaitu : Refleksi perasaan, Refleksi pikiran, Refleksi pengalaman.
Keterampilan merefleksikan nilai-nilai pribadi konselor, yaitu : menampilkan kepribadian dan perilaku yang terpuji, kesabaran, kejujuran, adil dan bijaksana, ramah hangat dan mudah senyum, menampilkan emosi yang stabil dan menjadi teladan, peka, bersikap empati, menghormati keragaman dan perubahan, menampilkan toleransi tinggi terhadap konseli yang menghadapi stress dan frustasi. Adapun beberapa karakteristik pribadi konselor antara lain: self knowledge, komponen, good psychological health, dapat dipercaya, kekuatan, bersikap hangat, active responsivencess, patience, sensitivity, dan kesadaran holistik
Konselor yang berintegritas adalah konselor yang memiliki kepribadian yang utuh, yaitu konselor yang tidak mudah terpengaruh oleh suasana yang timbul pada saat konseling.Konselor seperti ini adalah konselor yang dapat mengendalikan dirinya dari pengaruh suasana hati yang dialaminya sebagai konselor atau sebagai anggota keluarga atau masyarakat.
.


DAFTAR PUSTAKA

Komentar